Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hubungan Antara Pola Kekuasaan dengan Perilaku Kepentingan Transformasional dan Penggunaan Kewenangan dalam Good Public Governance


Pendahuluan

Governance merupakan istilah yang cukup baru di berbagai bidang ilmu, termasuk juga ilmu kepemimpinan. Istilah satu ini terlahir dari penelitian yang ternyata saat ini menjadi sangat relevan baik dalam skala lokal maupun internasional karena sifatnya cenderung elastis.

Selain itu, penelitian tersebut juga menghasilkan informasi bahwa governance sendiri memiliki peran yang cukup penting bagi kelompok. Pasalnya, governance dapat turut berperan dalam menentukan kesejahteraan bersama.

Meski namanya terdengar sama, tapi istilah governance berbeda dengan government. Karena menurut Peters dan Pierre, kedua istilah tersebut telah berkembang sejak lama di wilayah Eropa akibat munculnya perdebatan antara berbagai pihak konstituen (Sayidah, 2016).

Menurut Graham, governance yaitu proses pemerintah dan setiap organisasi nasional melakukan interaksi, juga tentang bagaimana cara mereka membangun hubungan dengan masyarakat, serta tentang bagaimana pembuatan keputusan di dunia kompleks ini berlangsung (Sayidah, 2016).

Setelahnya, Graham mengatakan bahwa istilah satu ini juga bisa dipandang sebagai proses pembuatan keputusan penting serta penentuan tentang siapa saja yang akan terlibat dalam proses tersebut dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat atau organisasi (Sayidah, 2016).

Istilah governance juga kemudian berkembang dan membentuk istilah-istilah lain yang lebih mengerucut. Misalnya, saat ini ada istilah corporate governance; public governance; hingga istilah good public governance.

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menyampaikan bahwa good public governance (GPG) merupakan sebuah aturan terkait perilaku yang berhubungan dengan pengelolaan wewenang oleh pihak-pihak penyelenggara negara dalam bertugas dan bertanggung jawab (Sayidah, 2016).

Peran utama dari GPG sendiri sebenarnya yaitu mengatur pola hubungan yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan masyarakat. Juga antara penyelenggara negara dan berbagai lembaga negara hingga antar negara.

GPG memiliki peran yang sangat penting karena pelaksana sistem ini akan dapat bersinergi dengan baik dalam membangun pemerintahan bersih serta berwibawa. Dengan begitu, maka kesejahteraan rakyat maupun pertumbuhan ekonomi nasional akan turut meningkat (Sayidah, 2016).

Selain itu, menerapkan sistem GPG juga akan membuat pelaksananya lebih patuh terhadap hukum sehingga dapat mencegah perbuatan dan tindak kriminal yang merugikan masyarakat seperti korupsi, suap, dan lainnya.

KNKG juga menyatakan bahwa GPG di Indonesia terdiri atas lima asas diantaranya yaitu ada Transparansi, Demokrasi, Budaya Hukum, Kewajiban dan Kesetaraan, serta Akuntabilitas. Di mana setiap asasnya dibagi kembali menjadi beberapa unsur yang berbeda-beda (Sayidah, 2016).

Terkait dengan good public governance (GPG), sistem tersebut erat kaitannya dengan kepemimpinan serta pola kekuasaan. Di mana kepemimpinan merupakan perilaku atau proses mempengaruhi orang lain agar kondisi hati, pikiran, dan tingkah lakunya lebih tenang (Setiawan, 2020).

Namun meski begitu, definisi dari kepemimpinan juga akan kembali dikaitkan dengan perilaku mempengaruhi orang lain agar dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sebelumnya telah disepakati secara bersama-sama.

Jadi yang dimaksud dengan memberikan pengaruh dalam kepemimpinan yaitu bisa berbentuk sebagai pemberian motivasi, inspirasi, serta berbagai pengarahan. Perilaku tersebut diberikan kepada satu pihak agar mencapai sasaran yang pemimpin inginkan (Setiawan, 2020).

Jadi untuk dapat memberikan pengaruh agar semua pihak dapat mengikuti arahan dan menuju sasaran yang sama, maka pemimpin yang melaksanakan tugas kepemimpinan harus memiliki kekuasaan.

Pembahasan

Kepemimpinan

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, kepemimpinan merupakan perilaku mempengaruhi, mengarahkan, menggerakkan, serta mengawasi kegiatan tiap-tiap anggota dalam sebuah kelompok masyarakat, lembaga, organisasi, dan lembaga lainnya yang berkaitan (Oktavia, 2020).

Tidak sampai di situ, kepemimpinan memiliki beberapa pola yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Pola tersebut di antaranya yaitu ada pola kepemimpinan situasional, transformasional, transaksional, karismatik, dan visioner (Oktavia, 2020).

Pola atau gaya kepemimpinan tersebut akan berbeda-beda, mulai dari pelaksanaan hingga hasil dari diterapkannya salah satu kepemimpinan tersebut. Pemimpin biasanya akan memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dengan dirinya dan organisasi beserta anggota yang ia kelola.

Kepemimpinan Transformasional

Dari pembahasan sebelumnya, telah diketahui bahwa kepemimpinan terdiri dari berbagai pola atau gaya dan salah satunya yaitu ada pola kepemimpinan transformasional.

Burns mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana seorang pemimpin dan para pengikutnya saling meningkatkan moralitas serta motivasi ke tingkat yang lebih tinggi (Bustari, 2012).

Jadi, yang dimaksud pemimpin dalam definisi tersebut yaitu seseorang yang paling sadar akan prinsip perkembangan kelompok atau organisasi serta kinerja individu sehingga berusaha untuk meningkatkan segi kepemimpinannya.

Dalam proses tersebut pemimpin akan menyerukan berbagai motivasi dan menanamkan cita-cita tinggi pada anggotanya. Ia juga akan menanamkan nilai-nilai moral seperti kemanusiaan, keadilan, serta kemerdekaan yang tidak didasari oleh emosi (Bustari, 2012).

Aan Komariah dan Cepi Triatna menjelaskan lebih jauh terkait kepemimpinan transformasional melalui karakteristik-karakteristiknya, yaitu sebagai berikut (Bustari, 2012):

  1. Memiliki pengetahuan dan wawasan jauh ke depan serta selalu berupaya untuk mengembangkan dan memperbaiki organisasi agar lebih baik di masa depan. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa pemimpin dengan gaya yang satu ini dikatakan sebagai pemimpin visioner.

  2. Berperan sebagai agen perubahan serta selalu bertindak selayaknya katalisator, atau sebagai seseorang yang memberikan peran untuk mengubah sistem ke arah lebih baik. Dikenal sebagai katalisator karena pemimpin transformasional memang selalu memegang peran untuk membantu meningkatkan berbagai sumber daya yang ada, terutama sumber daya manusia. Pasalnya, pemimpin dengan gaya ini akan selalu memberikan reaksi yang kemudian akan menimbulkan rasa semangat serta daya kerja lebih cepat dan maksimal. Selain itu, ia juga akan selalu berperan sebagai pelopor yang bertugas membawa perubahan.

Dilihat dari karakteristik yang kepemimpinan transformasional miliki, dapat dilihat bahwa pemimpin yang mengusung gaya kepemimpinan tersebut memiliki visi serta misi yang jauh lebih jelas. Selain itu, ia juga memiliki gambaran organisasi miliknya di masa depan dengan lebih jelas.

Karena sangat mementingkan masa depan dan keberhasilan organisasi yang ia kelola, pemimpin dengan gaya transformasional tidak segan-segan untuk melakukan dan menjalankan tindakan-tindakan tegas.

Ketegasan tersebut tentu bukan hanya tentang kinerja anggota dan kemitraan organisasi dengan organisasi lain saja, tapi juga pemimpin transfusional akan dengan berani menjamin kesejahteraan seluruh anggota organisasi.

Karena itu juga, pemimpin akan mengambil kebijakan-kebijakan yang memiliki hubungan dengan peningkatan motivasi serta kinerja anggota organisasi, misalnya dengan memberikan imbalan yang sesuai dengan kesanggupan anggota dalam bekerja dan mengemban tugas.

Menjadi faktor yang cukup penting juga, pemimpin yang memilih gaya kepemimpinan transformasional akan selalu menjaga hubungan komunikasi serta kerja sama dengan setiap anggotanya. Termasuk memperhatikan berbagai perbedaan kreativitas kinerja tiap anggota.

Jadi, seorang pemimpin transformasional akan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap sejalan dan mewujudkan seluruh visi serta misi organisasi.

Sayangnya, pemimpin dengan gaya kepemimpinan seperti ini juga rentan menimbulkan kontroversi dalam sebuah organisasi. Kontroversi tersebut kerap muncul dari adanya perbedaan nilai-nilai yang dianut terkait baik atau tidaknya dalam artian sosial.

Karena selalu menginginkan perubahan dalam organisasi agar menjadi lebih baik di kemudian hari, tidak jarang pemimpin transformasional tidak dapat membedakan tujuan dari perubahan tersebut akan baik untuk seluruh anggota atau hanya dirinya sendiri.

Jika ternyata kebijakan dan perubahan yang ia ambil hanya mementingkan dirinya sendiri, maka tidak menutup kemungkinan anggota organisasi akan merasa dirugikan. Karena itu, bukan tidak mungkin anggota akan dengan tegas melakukan perlawanan pada perubahan transformasional tersebut.

Tidak bisa disepelekan, besarnya perlawanan yang diberikan oleh anggota kontra akan memiliki kekuatan sama besar dengan anggota kelompok pendukung. Karena itu, tidak jarang seorang pemimpin akan melepaskan kekuasaannya akibat dari kebijakan transformasional.

Karena besar kemungkinan akan banyak menimbulkan kontroversi, maka pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transformasional sudah seharusnya siap dan pandai dalam menghadapi hingga mengatasi berbagai konflik.

Kekuasaan

Sebelumnya, kita sudah mengetahui tentang kepemimpinan serta pola kepemimpinan transfusional. Tapi saat membahas kepemimpinan, maka pastinya tetap tidak akan lepas dari yang namanya kekuasaan.

Jadi, perlu diketahui bahwa kekuasaan menurut Walter Nord yaitu kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh terhadap energi, aliran, serta dana yang tersedia untuk tujuan-tujuan yang berbeda dengan tujuan lainnya (Yudiaatmaja, 2013).

Jika kita telusuri lagi, pengertian dari kepemimpinan yaitu proses atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk memberikan pengaruh pada orang lain yang menjadi anggotanya. Definisi tersebut ternyata cukup terkait dengan definisi dari kekuasaan.

Dengan begitu, dapat diartikan bahwa kekuasaan merupakan salah satu hal yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin agar memiliki hak dan wewenang untuk memberikan pengaruh terhadap orang lain.

French dan Raven mengatakan bahwa kekuasaan terbagi ke dalam lima sumber yang berbeda, yaitu kekuasaan keahlian, kekuasaan legitimasi, kekuasaan referensi, kekuasaan penghargaan, serta kekuasaan paksaan (Yudiaatmaja, 2013).

  1. Kekuasaan Keahlian

Kekuasaan ini muncul jika seorang pemimpin memiliki suatu keahlian atau kecakapan, baik itu dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, keahlian, dan kecakapan lainnya.

  1. Kekuasaan Legitimasi

Kekuasaan yang satu ini akan dimiliki oleh seseorang jika sudah memperoleh jabatan tertentu. Semakin tinggi jabatannya, maka akan semakin besar juga kekuasaan yang orang miliki.

  1. Kekuasaan Referensi

Seseorang yang berkharisma serta memiliki kepribadian yang menarik juga ternyata bisa memperoleh kekuasaan, yaitu kekuasaan referensi. Pasalnya, kepribadian ternyata dapat digunakan untuk mempengaruhi anggota sebuah organisasi.

  1. Kekuasaan Penghargaan

Kekuasaan yang satu ini merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang akibat dari kemampuannya dalam memberikan penghargaan, imbalan, atau hadiah pada anggota sebuah organisasi.

  1. Kekuasaan Paksaan

Kekuasaan paksaan akan muncul jika seseorang memiliki kekuatan yang sangat besar. Berbanding terbalik dengan kekuasaan penghargaan, kekuasaan yang satu ini justru sering melakukan paksaan dan tidak segan memberi hukuman.

Untuk mampu memberikan pengaruh terhadap anggota kelompoknya, seorang pemimpin tentu harus memiliki salah satu kekuasaan tersebut. Jadi tidak heran, jika kekuasaan menjadi salah satu sumber penting kepemimpinan.

Karena dengan kekuasaan yang dimiliki, maka seseorang akan menjadi individu yang berpengaruh sehingga memiliki otoritas serta wewenang sendiri. Tentu, hal tersebut cocok untuk dimiliki oleh seorang pemimpin.

Baca juga: Analisis Strategi Organisasi Terbaik dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Kesimpulan

Dari paparan di atas, dapat diketahui bahwa kepemimpinan merupakan sebuah upaya seseorang untuk mempengaruhi orang lain dengan memberikan semangat atau motivasi agar tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai.

Kepemimpinan sendiri memiliki berbagai pola dan gaya yang masing-masingnya memiliki perbedaan. Salah satu gaya kepemimpinan yang biasa dan banyak digunakan yaitu gaya kepemimpinan transformasional.

Gaya yang satu ini akan membuat seorang pemimpin akan melakukan apa saja untuk mengembangkan organisasi. Hal umum yang biasanya digunakan yaitu dengan saling meningkatkan moralitas dan motivasi dengan anggota organisasi.

Pemimpin transformasional sering juga disebut sebagai pemimpin yang visioner. Karena, ia akan selalu memikirkan masa depan organisasi dan memajukannya berkat dari wawasan serta pengetahuan yang ia miliki.

Selain itu, pemimpin transformasional juga merupakan seorang katalisator yang selalu memperhatikan dan mengupayakan agar sumber daya manusia di dalam organisasi akan meningkat. Pemimpin seperti ini akan merasa membawa tanggung jawab terkait perubahan organisasi.

Untuk dapat memberikan pengaruh kepada anggota kelompok tersebut, seorang pemimpin harus memiliki sumber yang kuat salah satunya yaitu kekuasaan. Dengan memiliki kekuasaan, seorang pemimpin dapat memiliki wewenang yang besar untuk membuat berbagai kebijakan.

Serta dengan memiliki kekuasaan, anggota kelompok akan dengan mudah terpengaruh dan percaya pada seorang pemimpin. Pemimpin seperti itu yang kemudian dikatakan sebagai pemimpin transformasional.

Kepemimpinan transformasional memiliki keinginan yang besar untuk mewujudkan seluruh cita-cita organisasi. Selain itu, pemimpin dengan gaya kepemimpinan tersebut juga akan selalu mengedepankan visi dan misi organisasi.

Namun walaupun terkesan sangat mementingkan organisasi dan anggota, justru konflik juga akan sering timbul jika pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan ini. Terlebih, jika pemimpin secara sadar ataupun tidak lebih mementingkan diri sendiri daripada kelompok.

Kondisi tersebut tidak jarang menimbulkan perpecahan dan permusuhan antar anggota kelompok, terutama yang pro dan kontra terhadap pemimpin. Tidak bisa disepelekan, banyaknya pihak yang kontra tentu bisa saja berdampak hingga menurunkan kekuasaan pemimpin itu sendiri.

Untuk menghindari kontroversi tersebut, seorang pemimpin terutama yang mengusung gaya kepemimpinan transformasional haruslah seseorang dengan kemampuan mengatasi konflik yang baik.

Karena jika tidak, sudah cukup banyak contoh pemimpin yang gugur akibat dari banyaknya konflik internal. Jadi, setiap pola kepemimpinan dan kekuasaan pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Jadi, seorang pemimpin yang baik harus bisa memprediksi dan menentukan gaya kepemimpinan apa yang cocok bagi organisasi. Tujuannya yaitu agar organisasi tersebut dapat terus berkembang di masa depan.

Daftar Pustaka

Bustari, Meilina (2012). Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi. Jurnal Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses 9 November 2022, dari https://scholar.google.com/

Oktavia, Intan Winda (2020). Pola Kepemimpinan dan Kekuasaan Kepala Perpustakaan Balai Layanan Perpustakaan DPAD DIY. Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diakses 9 November 2022, dari https://ejournal.perpusnas.go.id/mp/article/view/682

Sayidah, Nur (2016). Makna Corporate Governance. Jurnal Towards a New Indonesia Business Architecture Pascasarjana Universitas Dr. Soetomo Surabaya. Diakses 9 November 2022, dari https://scholar.google.com/

Setiawan, Heru (2020). Manajemen Kepemimpinan Transformasional. Jurnal Kajian Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) An-Nadwah Kuala Tangkal. Diakses 9 November 2022, dari https://scholar.google.com/

Aksa Asri
Aksa Asri Tempatku melamun akan berbagai hal :")

Post a Comment for "Hubungan Antara Pola Kekuasaan dengan Perilaku Kepentingan Transformasional dan Penggunaan Kewenangan dalam Good Public Governance"